Masih teringat jelas, saat menghadiri kampanye Pilpres 2014 di Gedung JHK Kudus, Sang Juru Kampanye menegaskan bila Jokowi menang setiap desa akan dikucuri Dana Desa yang berguna untuk modal perbaikan dan pengembangan pembangunan desa.
Memang benar, Dana Desa merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sekaligus salah satu janji kampanye Jokowi yang direalisasi. Dana yang sangat berperan banyak dalam menggerakan mesin pembangunan dan pengembangan desa di seluruh Indonesia.
Tercatat dari tahun ke tahun Dana Desa yang digelontorkan pemerintahan Jokowi mengalami kenaikan yang tinggi. Secara nasional alokasinya tahun 2015 sebanyak Rp 20,7 triliun, tahun 2016 sejumlah Rp 46,9 triliun dan tahun 2017 ini sebanyak Rp 60 triliun.
Diproyeksikan tahun 2018 mendatang alokasi dana desa sebesar Rp 120 triliun. Dengan kata lain, setiap desa akan memperoleh Rp 1,6 miliar. Kenaikan itu tentu akan memberikan efek daya guna dalam pembangunan desa-desa yang ada di Indonesia. Khususnya dalam penyerapan tenaga kerja dan penurunan angka kemiskinan.
Gelontoran Dana Desa itu dapat dipersepsikan bahwa Pemerintahan Jokowi amat serius memperhatikan pembangunan desa yang ada di seluruh pelosok tanah air. Pada titik ini Presiden Jokowi menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam mewujudkan salah satu pilar Nawa cita yang menjadi gagasannya dalam membangun bangsa ini.
Hanya saja, dalam mengelontorkan Dana Desa puluhan triliun rupiah itu, Pemerintah Jokowi secara sadar memahami adanya peluang terjadinya kebocoran atau kekurangtepatan alokasi anggaran.
Karena itulah, Pemerintahan Jokowi juga telah mempersiapkan mekanisme pengelolaan agar dana tersebut bisa berdaya guna bagi masyarakat. Salah satunya melalui proses pendampingan dan pengawasan yang memadai, sehingga diharapkan dana desa dapat terkelola secara optimal.
Toh demikian, di lapangan masih juga ditemukan berbagai kondisi mismanajemen dan penyelewengan Dana Desa. Hal ini terbukti diantaranya banyaknya kepala daerah yang terjerat korupsi Dana Desa.
Bahkan menurut Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan berdasar hasil penelitiannya 5% – 10% dari dana desa yang dikucurkan Pemerintah telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaannya.
Melihat kenyataan semacam ini, Presiden Jokowi mencoba mengurai permasalahan. Salah satunya dengan mengajak Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi program Dana Desa.
Ajakan itu disambut baik oleh KPK, akan tetapi secara prosedural yuridis kewenangan KPK tidak sampai pada level desa. Maklum, kepala desa bukanlah termasuk seorang penyelenggara negara.
Menghadapi permasalahan ini Pemerintahan Jokowi mencari terobosan. Melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dibentuklah Satuan Tugas (Satgas) Dana Desa. Satgas ini dibawah komando mantan Pimpinan KPK Bibit Samad Rianto. Pelantikannya dilaksanakan oleh Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo di Jakarta, Rabu 5 Juli 2017.
Bahkan agar alokasi penggunaan Dana Desa mencapai sasaran yang optimal, maka pihak Kemendes PDTT mengeluarkan Permendes Nomor 4 tahun 2017 yang memperbarui Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017.
Menurut Permendes terbaru ini prioritas penggunaan Dana Desa diperuntukkan bagi pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa dan program pengembangan masyarakat desa.
Di dalam Permendes itu Pemerintah Desa diwajibkan untuk mempublikasikan prioritas penggunaan Dana Desa di ruang publik. Tentu saja ketentuan ini demi keterbukaan informasi serta berjalannya pengawasan dari masyarakat.
Selain itu, demi terciptanya pengawasan yang efektif terhadap penggunaan Dana Desa, maka Pemerintahan Jokowi juga meningkatkan peran Inspektorat Daerah serta “bergandeng tangan” dengan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Berbagai langkah tersebut di atas, tentu memberikan harapan yang lebih besar manakala Dana Desa bakal tersalur dengan baik dan tergunakan secara optimal bagi kepentingan masyarakat desa.
****
Terkait gelontoran Dana Desa dari Pemerintahan Jokowi di atas, tiga tahun sudah Desa Jati Wetan Kecamatan Jati Kabupaten Kudus, menerima Dana Desa. Tahun 2015 menerima sebesar Rp 285.375.000. Tahun 2016 sebesar Rp 632.139.000 dan tahun 2017 sebesar Rp 806.500.000
Menurut Kepala Desa Jati Wetan, Suyitno, tahun 2017 alokasi anggaran yang berasal dari Dana Desa habis untuk pembangunan fisik dan sebagian didistribusikan secara merata ke Rukun Tetangga di wilayahnya.
Memang, masyarakat Desa Jati Wetan bertahun-tahun sudah menyuarakan keinginan untuk membangun dan memiliki GSG. Berkat gelontoran dana desa dari pemerintahan Jokowi, rencana pembangunan dapat direalisasi. Mengingat besarnya biaya, pembangunan GSG yang memiliki sebutan resmi Gedung Aula Balai Desa Jati Wetan, dibuat bertahap lewat anggaran multi tahun.
Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBdes) tahun anggaraan 2016, pembangungan GSG telah menelan biaya sebesar Rp 399.255.000 Mayoritas berasal dari gelontoran Dana Desa, sedangkan dari PAD hanya sebesar Rp 108.755.000
Saat ini gedung dengan luas sekitar 1000 meter persegi masih setengah jadi. Walau tampak sudah berdiri kokoh nan tegak, tembok luar belum diplaster dan keramik lantai belum terpasang.
GSG nantinya diharapkan bisa digunakan bagi segenap warga desa termasuk kelompok PKK, Karang Taruna dan sebagainya. Mereka bisa memfungsikan GSG untuk pelaksanaan berbagai kegiatan Posyandu, rembug desa, penyuluhan dan beragam olah raga indoor semisal senam kebugaran jasmani, bulu tangkis dan dan tenis meja.
Bahkan dalam perspektif mitigasi bencana, GSG juga mampu difungsikan sebagai Posko penampungan pengungsi bagi ratusan warga desa yang menjadi korban bencana banjir tahunan yang biasa terjadi di wilayah Desa Jati Wetan. Seperti juga tahun 2017 ini, selama dua minggu lebih GSG telah digunakan untuk menampung pengungsi korban banjir.
Lebih jauh, sesuai visi awal dari pembangunan, GSG tidak hanya fungsional secara sosial. Keberadaannya juga difungsikan sebagai unit usaha produktif desa, yang dikelola sebagai gedung komersial, disewakan kepada masyarakat luas untuk berbagai kepentingan. Tentu saja, hal ini GSG bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Desa (PAD) yang penting di masa depan.
Besar harapan, gelontoran Dana Desa di desaku tahun-tahun mendatang semakin meningkat. Berbagai program pembangunan dan pengembangan desa yang selama ini bersifat bottom up, berupa usulan dari masyarakat pun akan terrealisasi dengan baik. Bila hal ini berkelanjutan, besar kemungkinan apresiasi warga masyarakat terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi juga akan meningkat. Pada akhirnya kondisi di atas akan meningkat pula dukungan warga terhadap keberlangsungan Pemerintahan Jokowi, baik dalam periode ini ataupun periode mendatang. Semoga.
baca selengkapnya tulisan yang telah dimuat di situs seword.com pada 18 Juli 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar